TEMA:
KESABARAN RASULULLAH DALAM MENGHADAPI UMMATNYA
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam Paling Tinggi derajatnya karena beliau adalah yanpaling berat
ujiannya dan yang paling sabar.
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ
أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟
قَالَ: «الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ
عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ
كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ
البَلَاءُ بِالعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ
خَطِيئَةٌ
Dari Mus’ab dari Sa’ad dari bapaknya berkata, aku
berkata: “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?”
Kata beliau: “Para Nabi, kemudian yang semisal mereka dan yang semisal mereka.
Dan seseorang diuji sesuai dengan kadar dien (keimanannya). Apabila diennya
kokoh, maka berat pula ujian yang dirasakannya; kalau diennya lemah, dia diuji
sesuai dengan kadar diennya. Dan seseorang akan senantiasa ditimpa ujian demi
ujian hingga dia dilepaskan berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak mempunyai
dosa.” [HR. At-Tirmidzi no.2398, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani, tahqiq
Ahmad Muhammad Syakir]
Mari kita tinjau ujian dan kesabaran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mungkinkita tidak membandingkannya
dulu dengan manusia biasa seperti ulama dan orang sholih atau para
sahabat radhiallahu ‘anhum tetapi kita bandingkan dengan sesama para nabi
‘alaihimussalam . Sehingga beliau mendapatkan kedudukan lebih diatas para nabi
yang lain. (bkan berarti juga para nabi yang lain kecil ujian dan cobaannya)
1.ketika nabi sulaiman
‘alaihimussalam berdoa dan memohon meminta diberi kerajaan:
رَبِّ
اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ
أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku
kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Pemberi.” [QS. Shad: 38]
Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memilih hidup sederhana sebagai hamba ketika
ditawarkan kerajaan, hal iniagar menjadi contoh bagi semesta alam bahwa
beliau tidak punya urusan yang banyak di dunia.
كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يُحَدِّثُ،
أَنَّ اللهَ أَرْسَلَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَلَكًا
مِنَ الْمَلَائِكَةِ مَعَ الْمَلَكِ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ لَهُ
الْمَلَكُ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ اللهَ عَزَّ جَلَّ يُخَيِّرُكَ بَيْنَ أَنْ
تَكُونَ نَبِيًّا عَبْدًا، أَوْ نَبِيًّا مَلِكًا، فَالْتَفَتَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جِبْرِيلَ كَالْمُسْتَشِيرِ، فَأَوْمَأَ
إِلَيْهِ أَنْ تَوَاضَعْ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«بَلْ نَبِيًّا عَبْدًا»
“Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menceritakan bahwa
Allah pernah mengutus salah satu malaikat bersama malaikat Jibril
‘alaihissalam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian
malaikat tersebut berkata, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa jalla memberikan
pilihan bagimu (Muhammad), apakah engkau mau menjadi sebagai seorang hamba
dan Nabi, ataukah engkau mau menjadi sebagai seorang nabi dan raja?”. Maka
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh kepada Jibril seolah-olah
meminta pendapat beliau, maka Jibril memberi isyarat kepada Nabi agar beliau
tawadhu. Kemudian rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku
ingin menjadi sebagai seorang nabi dan hamba”. [Mu’jam Kabir
litthabrani no.10686, tahqiq Hamdi bin Abdul majid As-Salafi, Mu’jam Al-Aushoth
no. 6937 dan Az-Zuhdi Al-Kabir lilbaihaqi no. 447]
2.ketika nabi Nuh ‘alaihissalamberdakwah
kepada kaumnya dan tidak ada yang mau beriman kecuali sedikit sekali, maka nabi
Nuh‘alaihissalam berdoa agar semua orang kafir tersebut dimusnahkan
seluruhnya dari muka bumi dengan banjir besar:
وَقَالَ نُوحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ
عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّاراًْ وَقَالَ نُوحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ
عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّاراً
Nuh berkata: “Ya Tuhanku,
janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di
atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka
akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak
yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.’ [surat
Nuh: 26-27]
Maka ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berdakwah ke Thoif sekaligus meminta perlindungan. Kemudian
mereka menolak bahkan mengejek dan mencaci maki Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, mengusir melempar dengan batu sampaitubuh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia sampai berdarah-darah. akan tetapi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam malahan mendoakan mereka:
أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ
أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ، لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi
mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan
apa pun” [HR. Bukhari no. 3231]
Begitu juga ketika nabi Yunus ‘alaihissalam
berdakwah kepada kaumnya dan kemudian menolaknya, maka beliau terlalu cepat
meninggalkan kaumnya dan akhirnya beliau masuk ke perut ikan.
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا
تَكُن كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌْ لَوْلَا أَن تَدَارَكَهُ
نِعْمَةٌ مِّن رَّبِّهِ لَنُبِذَ بِالْعَرَاء وَهُوَ مَذْمُومٌْ فَاجْتَبَاهُ
رَبُّهُ فَجَعَلَهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan
Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika
ia berdo’a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). Kalau sekiranya ia
tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah
tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya
termasuk orang-orang yang saleh”. [Al-Qolam
48-50]
3.ketika nabi Ayyub alaihissalammenghadapi
nusyuz [ketidakpatuhan] istrinya, maka beliau bersumpah akan
memukulnya 100 kali, kemudian Allah Ta’ala dalam Al-Quran memberikan
jalan keluar agar beliau tidak membatalkan sumpah dan tidak juga menyakiti
istrinya.
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثاً فَاضْرِب
بِّهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِراً نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ
أَوَّابٌ
“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah
dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia
(Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat
ta’at (kepada Tuhan-nya) .” [Shaad:44]
Maka ketika semua istri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallamnusyuz [tidak patuh], maka tidak langsung
marah, langsung main pukul ataupun langsung mengancam cerai. Tetapi beliau
menjauhi semua istrinya selama sebulan. DanRasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengalah dengan tinggal dikandang unta atau diriwayat
lain di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah.tidak dengan mengusir
mereka dari rumah beliau.
اِعْتَزَلَ نِسَاءَهُ شَهْرًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi
istri-istrinya selama sebulan.”
[HR. Muslim II/763 no 1084 dari Jabir bin Abdillah]
Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjauhi sebulan agar para istri tersebut bisa berpikir jernih
tentang apa akibat yang mereka perbuat. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala
menurunkan ayat:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل
لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا
فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاًْ وَإِن كُنتُنَّ
تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ
لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْراً عَظِيماً
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian
menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan
memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika
kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di
kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba-hamba yang baik
di antara kalian pahala yang besar.” [QS. Al-Ahzab:28]
- ketika nabi Musa ‘alaihissalam pulang dari bukit Thursina dan mendapati kaumnya membuat sesembahan sapi betina. Sedangkan saat itu Nabi Harun ‘alaihissalam yang merupakan teman seperjuangan nabi Musabersama mereka. Maka Nabi Musa langsung marah [karena Allah]kepada Nabi Harun‘alaihissalam, kemudian melempar kitab suci Taurat dan menarik Nabi Harun ‘alaihissalam,baru kemudian nabi Harun ‘alaihissalam menyampaikan udzur/alasan, Al-Quran menceritakan:
قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ
رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا * أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي * قَالَ يَا ابْنَ
أُمَّ لا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ
فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
“Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu
melihat mereka telah sesat, (sehingga kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah
kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”. Harun menjawab: “Hai putra ibuku
janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku
khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani
Israel dan kamu tidak memelihara amanatku” [QS.
Thaha : 92-94].
Dan disurat yang lain:
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى إِلَى
قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفاً قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِن بَعْدِيَ
أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ
يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُواْ
يَقْتُلُونَنِي فَلاَ تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاء وَلاَ تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan
sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan
sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu ? Dan Musapun
melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya
(Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: “Hai anak ibuku,
sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka
membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku,
dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”. [Al-A’raf:150]
maka ketika salah seorang teman
seperjuangan beliau [sahabat] melakukan pembocoran rahasia penyerangan ke
Mekkah kepada orang kafir di Mekkah. Ini adalah pengkhianatan besar, akan
tetapi Beliau memaafkannya karena sahabat tersebut punya ‘uzdur/alasan.
Sahabat tersebut adalah Hatib bin Balta’ah radhiallahu ‘anhu.
ketika Umar bin Al Khattab radhiallahu
‘anhumenawarkan diri,
“Wahai Rasulullah, biarkan aku
memenggal lehernya, karena dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta
bersikap munafik.”
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam dengan bijak menjawab, “Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang
Badar… (Allah berfirman tentang pasukan Badar): Berbuatlah sesuka kalian, karena
kalian telah Saya ampuni.”
Umar pun kemudian menangis, sambil
mengatakan, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.”
Kisah adalah Hatib bin Balta’ah radhiallahu
‘anhu diabadikan dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ
بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ
الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuhKu
dan musuhmu sebagai teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka
(berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka
telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir)
kamu karena kamu beriman kepada Allah….”[Al-
Mumtahanah: 1]
Demikianlah perbandingan Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam dengan para Nabi yang lain. Perlu diingat, ini bukan
berarti nabi yang lain tidak sabar dan tidak berat ujiannya. Lihatlah bagaimana
kisah cobaan berat nabi Ayyub ‘alaihissalam, kisah perjuangan berat
dan panjang nabi Musa ‘alaihissalam melawan Fir’aun dan kerasnya hati
bani Israil, kisah kesabaran nabi Sulaiman yang tidak menggunakan kerajaannya
untuk berlaku dzalim dan foya-foya.
Setelah mengetahui perbandingan
ini perlukah kita membandingkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam dengan sahabat, para ulama dan orang-orang shalih?. Atau membandingkan
dengan ujian dan cobaan serta kesabaran kita yang sedikit saja terkena ujian
langsung berkeluh kesah?.
Kemudian bentuk ujian dan cobaan
lebih berat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam yang lain:
–
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallamjika demam, maka jika sakit,
beratnya dua kali lipat:
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
‘anhu dia berkata: Aku pernah menjenguk Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam ketika sakit, sepertinya beliau sedang merasakan rasa sakit yang
parah. Maka aku berkata:
يَا
رَسُولَ
اللَّهِ، إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا؟ قَالَ: «أَجَلْ، إِنِّي أُوعَكُ
كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ» قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟ قَالَ:
«أَجَلْ، ذَلِكَ كَذَلِك
“Sepertinya anda sedang merasakan rasa sakit yang amat berat”,Nabi shallallahu ‘alaihi wasallammenjawab, “iya benar,
aku sakit sebagimana rasa sakit dua orang kalian [dua kali lipat]”, aku
berkata, “oleh karena itukah anda mendapatkan pahala dua kali lipat.” Beliau
menjawab, “Benar, karena hal itu”.[HR.
Al-Bukhari no. 5648 dan Muslim no. 2571]
– Rasulullah shallallahu ‘alahi
wa sallamharus menanggung Sembilan istri.Lho bukannya enak istri banyak?
Silahkan Tanya kepada meraka yang mempunyai hanya dua istri, bagaimana repot
dan susahnya mengurus mereka dengan penuh keadilan dan tanggung jawab.
Bagaimana membagi waktu, membagi perasaan. Terkadang bagi yang punya satu istri
saja terkadang kelabakan mengurus dan mendidik satu istri terutama ketika
“bengkoknya” datang atau sedang sensitif karena haidh.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallamikhlas menjalankan takdirnya, menikah pertama kali dengan janda sebagai
suami ketiga, dan beberapa istrinya telah bersuami dua kali sebelumnya.
Mampukah kita demikian?,melawan rasa cemburu dengan suami-suami sebelumnya?.
Dan sebagian istri beliau ketika menikah berumur diatas 40 tahun. Mampukah kita
demikian, maukah kita menikah dengan wanita berumur [atau sekarang disebut
–maaf- “tante-tante”].
Dan para istri Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallamsemuanya ridha
dengan beliau. Malahan yang ada adalah banyak cerita bahwa istri-istri beliau
yang menyusahkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. dan belau paling baik terhadap istri-istri beliau.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
خَيْرُكُمْخَيْرُكُمْلِأَهْلِهِوَأَنَاخَيْرُكُمْلِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap
keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah
dengan keluargaku.” [H.R. Tirmidzi dan beliau
mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan
Al-Albani menilai hadits tersebut sahih].
Dan komentar salah satu istri beliau,
A’isyah radhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Quran” [HR. Muslim no. 746, Abu Dawud no. 1342 dan Ahmad 6/54]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar